PRESIDEN CERDAS:
INTELEKTUAL, EMOSIONAL DAN SPRITUAL
Oleh : Dr. Darmansyah, ST., M.Pd.
(Dosen Pascasarjana UNP Padang)
Pendahuluan
Kampanye Presiden hanya tinggal beberapa hari lagi. Artinya 9 Juli, hari yang dinanti-nanti itu segera akan tiba. Kita telah mulai disuguhi janji muluk melalui kampanye awal yang menggiurkan. Tetapi program yang ditawarkan ketiga calon, tampaknya tidak jauh berbeda. Tema kampanye yang diusung masih menyanyikan lagu lama, tidak ada yang baru.Akibatnya kita masyarakat awam nonpartisan justru diselimuti kebingungan dalam memilih yang terbaik.
Memilih yang terbaik di antara beberapa alternatif yang hanya BBT (beda-beda tipis) tentu pekerjaan tersulit yang harus dilakukan. Begitu juga halnya dengan pemilihan RI – 1 mendatang. Sulit menentukan pilihan, karena ketiga calon memiliki keunggulan dan kekurangan masing-masing. Meskipun demikian, mau tidak mau, suka atau tidak suka kita harus menjatuhkan pilihan. Seraya berdoa agar perjalanan bangsa ini ke depan jauh lebih baik dari yang sudah-sudah. Salah satu kriteria yang mungkin dapat digunakan dalam memilih presiden mendatang adalah tingkat kecerdasan intelektual (IQ), emosional (EQ) dan spritual (SQ) calon yang lebih baik dan seimbang.
Kecerdasan Intelektual (IQ)
Menurut Shapiro (1997), indikator kecerdasan intelektual adalah berupa kemampuan verbal maupun nonverbal. Di antaranya kemampuan memecahkan masalah, kemampuan mengingat, wawasan, abstraksi logika, persepsi, kemampuan mengolah informasi, dan keterampilan motorik visual. Meskipun para ilmuan sosial masih berdebat soal ini, namun para profesional sepakat, inilah yang disebut IQ itu.
Kecerdasan intelektual merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki seorang presiden masa depan. Tuntutan zaman yang semakin kompetitif mendorong kita untuk selektif memilih presiden. Kita butuh presiden yang cerdas. Meskipun terlalu banyak persyaratan tentang kecerdasan intelektual yang diperlukan untuk menjadi seorang presiden, tetapi ada beberapa hal yang tidak bisa ditawar-tawar.
Wawasan atau Visi seorang presiden termasuk kecerdasan intelektual yang paling penting. Dengan wawasan dan visi, presiden berada dalam misi dan semangat yang menular dan terasa di tengah rakyatnya. Wawasan memungkinkan seorang presiden tahu ke mana mereka akan pergi dan mampu membujuk rakyat untuk mengikutinya . Ciri-ciri penting dari presiden berwawasan antara lain: (1) sedikit bicara banyak bekerja, (2) mendapatkan kekuatan dari keyakinan batin dan (3) ia akan terus bekerja dan berusaha ketika masalah timbul.
Inilah salah satu kelemahan presiden kita selama ini. Ia berjalan tidak berpedoman “bintang” sehingga tak tahu arah yang pasti . Hampir di semua bidang, kita tidak mendapatkan gambaran jelas tentang visi seorang presiden masa-masa sebelumnya.
Kemampuan memecahkan masalah tentu paling dibutuhkan saat ini. Mulai dari soal keterpurukan ekonomi, politik, keamanan, hukum, sampai pada melambungnya angka pengangguran dan kemiskinan. Kita membutuhkan orang-orang yang mampu mencari solusi berbagai masalah pelik yang sedang dihadapi. Termasuk kemampuannya memilih dan menempatkan orang-orang sebagai pembantu tugasnya. Kita tak pernah berhasil dalam mengatasi berbagai kemelut yang terjadi, karena SDM kita betul-betul lemah dalam berbagai hal. Penderitaan rakyat semakin menjadi-jadi tanpa ujung, akibat kurangnya kemampuan presiden kita mencari solusi yang tepat.
Integritas, termasuk yang paling penting artinya dalam diri seorang pemimpin. Apalagi di saat merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap pemimpin (baca:presiden) seperti sekarang, integritas sangat diperlukan. Integritas inilah yang telah lama hilang dari pemimpin kita. Kita sudah terlalu lama memendam kerinduan hadirnya pemimpin berintegritas tinggi seperti Hatta, Hamka dan lain-lain. Hilangnya kepercayaan masyarakat kepada presiden disebabkan sering tak sejalannya antara perkataan dan perbuatan. Meskipun kita sulit menentukan pilihan, akan tetapi diantara yang kurang itu, pasti ada yang kurangnya itu sedikit dibanding yang lain. Timbang-timbanglah diantara ketiganya, lalu jatuhkan pilihan Anda.
Kecerdasan Emosional (EQ)
Kecerdasan emosional (EQ) pertama kali dilontarkan tahun 1990 oleh Peter Salovy dari Harvard University dan John Mayer dari University of New Hampshire. Namun istilah EQ ‘menyeruak’ ke berbagai penjuru dunia setelah terbitnya buku best seller karya Daniel Goleman, “Emotional Intelligence” tahun 1995. Kemudian meluncurlah berbagai jenis buku yang hampir sama untuk bermacam-macam kebutuhan.
Tentang definisi EQ masih banyak yang belum sepakat. Tetapi Salovy dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai himpunan-bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan “memantau perasaan dan emosi”, baik pada diri sendiri maupun pada orang lain, memilah-milah dan menggunakan informasi itu untuk membimbing pikiran dan tindakan.
Kualitas-kualitas EQ ini antara lain; empati, mengungkapkan dan memahami perasaan, mengendalikan amarah, kemandirian, kemampuan menyesuaikan diri, disukai, kemampuan memecahkan masalah antarpribadi, ketekunan, kesetiakawanan, keramahan dan sikap hormat. Semua kualitas di ataslah yang lebih banyak berperan dalam kehidupan seseorang untuk meraih sukses. Bahkan Daniel Goleman mengatakan bahwa 80% keberhasilan itu ditentukan oleh kecerdasan emosional.
Kualitas kecerdasan emosional inilah yang tak banyak dimiliki pemimpin kita akhir-akhir ini terutama selama kemimpinan mantan presiden Gus Dur dan Mega. Ketika mayoritas bangsa ini di berbagai pelosok sedang menderita kelaparan, kemiskinan dan kebodohan, para pejabat kita termasuk legislatif berusaha mengkorup kekayaan negara dengan berbagai cara, baik halus maupun yang kasat mata.
Kita membutuhkan seorang presiden yang memiliki rasa empati terhadap penderitaan rakyat. Kita memerlukan seorang presiden yang mampu dan mau memahami perasaan rakyat yang masih kelaparan. Kita butuh pemimpin yang mampu mengendalikan amarah, mandiri, dapat menyesuaikan diri dengan berbagai kondisi dan situasi apapun. Kita sangat menghargai presiden kita yang mampu memecahkan masalah antarpribadi, memiliki sikap hormat terhadap kawan dan lawan. Kalau Anda jeli tentu pilihan akan jatuh pada capres-cawapres yang cerdas secara emosional. Banyak manfaatnya dalam memimpin 230 juta rakyat Indonesia ke depan.
Kecerdasan Spritual (SQ)
Kecerdasan spritual (SQ) adalah kecerdasan jiwa. Donah Zohar dan Ian Marshall dalam bukunya “Kecerdasan Spritual” (2001) mengatakan bahwa SQ merupakan kemampuan internal bawaan otak dan jiwa manusia. SQ adalah kecerdasan yang dapat membantu kita menyembuhkan dan membangun diri kita secara utuh. SQ merupakan kecerdasan yang berada di bagian diri paling dalam dan ia berhubungan dengan kearifan pikiran sadar. SQ adalah kesadaran yang dapat digunakan untuk mengakui nilai-nilai yang telah ada, sekaligus juga secara kreatif menemukan nilai-nilai baru. Oleh karena itu, ia mendahului bentuk ekspresi agama mana pun yang pernah ada. SQ membuat agama mungkin menjadi semakin perlu, tetapi tidak bergantung pada agama. Mungkin saja pada sebagian orang SQ diungkapkan melalui agama formal tetapi ada orang yang aktif beragama ternyata memiliki SQ rendah.
Selanjutnya dikatakan bahwa SQ memungkinkan manusia menjadi kreatif, mengubah aturan dan situasi. Keadaan negara dan bangsa yang sedang dilanda krisis - sangat rapuh saat ini memerlukan seorang presiden yang mampu mengubah kepahitan hidup ini menjadi kemakmuran yang menguntungkan rakyat banyak. Inilah bentuk kecerdasan yang sangat diperlukan dalam situasi korupsi yang masih belum tuntas,...tas,.. seperti sekarang ini. Lingkungan dan jaringan aparatur negara yang penuh kebohongan, kelicikan, memerlukan seorang pemimpin yang memiliki SQ tinggi untuk tampil mengubah situasi. Untuk yang satu ini, kayaknya kita memiliki pilihan yang pas yang sudah teruji dalam 5 tahun terakhir.
Kita mendambakan presiden yang mempunyai SQ tinggi, karena ia akan mampu membedakan antara hak dan yang bathil. SQ sangat diperlukan untuk mencegah para pemimpin main “hantam kromo” tanpa peduli dengan rakyat yang dipimpinnya. Kecerdasan spritual akan bergulat dengan ikhwal yang baik dan jahat sekaligus bercita-cita mengangkat diri kita dari keterpurukan. SQ sangat diperlukan bagi para elit politik di negeri ini. Kecerdasan yang satu ini memberikan kemampuan kepada manusia untuk menimbang secara rohaniah mana cara yang terpuji dan mana yang bukan. Kecerdasan ini akan menjadi rem untuk memperlambat laju penyakit yang bernama “Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme” di negeri ini. Sekaligus juga SQ menjadi “stir” (pengendali terpenting)
Idealnya, ketiga kecerdasan dasar terebut bekerja sama dan saling mendukung. Otak kita dirancang agar mampu melakukan hal ini. Meskipun demikian, mereka masing-masing (IQ, EQ dan SQ) memiliki wilayah kekuatan tersendiri dan bisa berfungsi secara terpisah. Oleh karena itu ketiga tingkat kecerdasan kita belum tentu sama tinggi atau rendah. Namun bagi seorang presiden, pejabat dan aparatur negara keseimbangan ketiga kecerdasan itu sangatlah penting. Bahkan untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi yang seperti gunung es seperti sekarang, memang sangat diutamakan orang-orang yang memiliki kecerdasan spritual tinggi. Semoga Anda tidak salah pilih!
INTELEKTUAL, EMOSIONAL DAN SPRITUAL
Oleh : Dr. Darmansyah, ST., M.Pd.
(Dosen Pascasarjana UNP Padang)
Pendahuluan
Kampanye Presiden hanya tinggal beberapa hari lagi. Artinya 9 Juli, hari yang dinanti-nanti itu segera akan tiba. Kita telah mulai disuguhi janji muluk melalui kampanye awal yang menggiurkan. Tetapi program yang ditawarkan ketiga calon, tampaknya tidak jauh berbeda. Tema kampanye yang diusung masih menyanyikan lagu lama, tidak ada yang baru.Akibatnya kita masyarakat awam nonpartisan justru diselimuti kebingungan dalam memilih yang terbaik.
Memilih yang terbaik di antara beberapa alternatif yang hanya BBT (beda-beda tipis) tentu pekerjaan tersulit yang harus dilakukan. Begitu juga halnya dengan pemilihan RI – 1 mendatang. Sulit menentukan pilihan, karena ketiga calon memiliki keunggulan dan kekurangan masing-masing. Meskipun demikian, mau tidak mau, suka atau tidak suka kita harus menjatuhkan pilihan. Seraya berdoa agar perjalanan bangsa ini ke depan jauh lebih baik dari yang sudah-sudah. Salah satu kriteria yang mungkin dapat digunakan dalam memilih presiden mendatang adalah tingkat kecerdasan intelektual (IQ), emosional (EQ) dan spritual (SQ) calon yang lebih baik dan seimbang.
Kecerdasan Intelektual (IQ)
Menurut Shapiro (1997), indikator kecerdasan intelektual adalah berupa kemampuan verbal maupun nonverbal. Di antaranya kemampuan memecahkan masalah, kemampuan mengingat, wawasan, abstraksi logika, persepsi, kemampuan mengolah informasi, dan keterampilan motorik visual. Meskipun para ilmuan sosial masih berdebat soal ini, namun para profesional sepakat, inilah yang disebut IQ itu.
Kecerdasan intelektual merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki seorang presiden masa depan. Tuntutan zaman yang semakin kompetitif mendorong kita untuk selektif memilih presiden. Kita butuh presiden yang cerdas. Meskipun terlalu banyak persyaratan tentang kecerdasan intelektual yang diperlukan untuk menjadi seorang presiden, tetapi ada beberapa hal yang tidak bisa ditawar-tawar.
Wawasan atau Visi seorang presiden termasuk kecerdasan intelektual yang paling penting. Dengan wawasan dan visi, presiden berada dalam misi dan semangat yang menular dan terasa di tengah rakyatnya. Wawasan memungkinkan seorang presiden tahu ke mana mereka akan pergi dan mampu membujuk rakyat untuk mengikutinya . Ciri-ciri penting dari presiden berwawasan antara lain: (1) sedikit bicara banyak bekerja, (2) mendapatkan kekuatan dari keyakinan batin dan (3) ia akan terus bekerja dan berusaha ketika masalah timbul.
Inilah salah satu kelemahan presiden kita selama ini. Ia berjalan tidak berpedoman “bintang” sehingga tak tahu arah yang pasti . Hampir di semua bidang, kita tidak mendapatkan gambaran jelas tentang visi seorang presiden masa-masa sebelumnya.
Kemampuan memecahkan masalah tentu paling dibutuhkan saat ini. Mulai dari soal keterpurukan ekonomi, politik, keamanan, hukum, sampai pada melambungnya angka pengangguran dan kemiskinan. Kita membutuhkan orang-orang yang mampu mencari solusi berbagai masalah pelik yang sedang dihadapi. Termasuk kemampuannya memilih dan menempatkan orang-orang sebagai pembantu tugasnya. Kita tak pernah berhasil dalam mengatasi berbagai kemelut yang terjadi, karena SDM kita betul-betul lemah dalam berbagai hal. Penderitaan rakyat semakin menjadi-jadi tanpa ujung, akibat kurangnya kemampuan presiden kita mencari solusi yang tepat.
Integritas, termasuk yang paling penting artinya dalam diri seorang pemimpin. Apalagi di saat merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap pemimpin (baca:presiden) seperti sekarang, integritas sangat diperlukan. Integritas inilah yang telah lama hilang dari pemimpin kita. Kita sudah terlalu lama memendam kerinduan hadirnya pemimpin berintegritas tinggi seperti Hatta, Hamka dan lain-lain. Hilangnya kepercayaan masyarakat kepada presiden disebabkan sering tak sejalannya antara perkataan dan perbuatan. Meskipun kita sulit menentukan pilihan, akan tetapi diantara yang kurang itu, pasti ada yang kurangnya itu sedikit dibanding yang lain. Timbang-timbanglah diantara ketiganya, lalu jatuhkan pilihan Anda.
Kecerdasan Emosional (EQ)
Kecerdasan emosional (EQ) pertama kali dilontarkan tahun 1990 oleh Peter Salovy dari Harvard University dan John Mayer dari University of New Hampshire. Namun istilah EQ ‘menyeruak’ ke berbagai penjuru dunia setelah terbitnya buku best seller karya Daniel Goleman, “Emotional Intelligence” tahun 1995. Kemudian meluncurlah berbagai jenis buku yang hampir sama untuk bermacam-macam kebutuhan.
Tentang definisi EQ masih banyak yang belum sepakat. Tetapi Salovy dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai himpunan-bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan “memantau perasaan dan emosi”, baik pada diri sendiri maupun pada orang lain, memilah-milah dan menggunakan informasi itu untuk membimbing pikiran dan tindakan.
Kualitas-kualitas EQ ini antara lain; empati, mengungkapkan dan memahami perasaan, mengendalikan amarah, kemandirian, kemampuan menyesuaikan diri, disukai, kemampuan memecahkan masalah antarpribadi, ketekunan, kesetiakawanan, keramahan dan sikap hormat. Semua kualitas di ataslah yang lebih banyak berperan dalam kehidupan seseorang untuk meraih sukses. Bahkan Daniel Goleman mengatakan bahwa 80% keberhasilan itu ditentukan oleh kecerdasan emosional.
Kualitas kecerdasan emosional inilah yang tak banyak dimiliki pemimpin kita akhir-akhir ini terutama selama kemimpinan mantan presiden Gus Dur dan Mega. Ketika mayoritas bangsa ini di berbagai pelosok sedang menderita kelaparan, kemiskinan dan kebodohan, para pejabat kita termasuk legislatif berusaha mengkorup kekayaan negara dengan berbagai cara, baik halus maupun yang kasat mata.
Kita membutuhkan seorang presiden yang memiliki rasa empati terhadap penderitaan rakyat. Kita memerlukan seorang presiden yang mampu dan mau memahami perasaan rakyat yang masih kelaparan. Kita butuh pemimpin yang mampu mengendalikan amarah, mandiri, dapat menyesuaikan diri dengan berbagai kondisi dan situasi apapun. Kita sangat menghargai presiden kita yang mampu memecahkan masalah antarpribadi, memiliki sikap hormat terhadap kawan dan lawan. Kalau Anda jeli tentu pilihan akan jatuh pada capres-cawapres yang cerdas secara emosional. Banyak manfaatnya dalam memimpin 230 juta rakyat Indonesia ke depan.
Kecerdasan Spritual (SQ)
Kecerdasan spritual (SQ) adalah kecerdasan jiwa. Donah Zohar dan Ian Marshall dalam bukunya “Kecerdasan Spritual” (2001) mengatakan bahwa SQ merupakan kemampuan internal bawaan otak dan jiwa manusia. SQ adalah kecerdasan yang dapat membantu kita menyembuhkan dan membangun diri kita secara utuh. SQ merupakan kecerdasan yang berada di bagian diri paling dalam dan ia berhubungan dengan kearifan pikiran sadar. SQ adalah kesadaran yang dapat digunakan untuk mengakui nilai-nilai yang telah ada, sekaligus juga secara kreatif menemukan nilai-nilai baru. Oleh karena itu, ia mendahului bentuk ekspresi agama mana pun yang pernah ada. SQ membuat agama mungkin menjadi semakin perlu, tetapi tidak bergantung pada agama. Mungkin saja pada sebagian orang SQ diungkapkan melalui agama formal tetapi ada orang yang aktif beragama ternyata memiliki SQ rendah.
Selanjutnya dikatakan bahwa SQ memungkinkan manusia menjadi kreatif, mengubah aturan dan situasi. Keadaan negara dan bangsa yang sedang dilanda krisis - sangat rapuh saat ini memerlukan seorang presiden yang mampu mengubah kepahitan hidup ini menjadi kemakmuran yang menguntungkan rakyat banyak. Inilah bentuk kecerdasan yang sangat diperlukan dalam situasi korupsi yang masih belum tuntas,...tas,.. seperti sekarang ini. Lingkungan dan jaringan aparatur negara yang penuh kebohongan, kelicikan, memerlukan seorang pemimpin yang memiliki SQ tinggi untuk tampil mengubah situasi. Untuk yang satu ini, kayaknya kita memiliki pilihan yang pas yang sudah teruji dalam 5 tahun terakhir.
Kita mendambakan presiden yang mempunyai SQ tinggi, karena ia akan mampu membedakan antara hak dan yang bathil. SQ sangat diperlukan untuk mencegah para pemimpin main “hantam kromo” tanpa peduli dengan rakyat yang dipimpinnya. Kecerdasan spritual akan bergulat dengan ikhwal yang baik dan jahat sekaligus bercita-cita mengangkat diri kita dari keterpurukan. SQ sangat diperlukan bagi para elit politik di negeri ini. Kecerdasan yang satu ini memberikan kemampuan kepada manusia untuk menimbang secara rohaniah mana cara yang terpuji dan mana yang bukan. Kecerdasan ini akan menjadi rem untuk memperlambat laju penyakit yang bernama “Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme” di negeri ini. Sekaligus juga SQ menjadi “stir” (pengendali terpenting)
Idealnya, ketiga kecerdasan dasar terebut bekerja sama dan saling mendukung. Otak kita dirancang agar mampu melakukan hal ini. Meskipun demikian, mereka masing-masing (IQ, EQ dan SQ) memiliki wilayah kekuatan tersendiri dan bisa berfungsi secara terpisah. Oleh karena itu ketiga tingkat kecerdasan kita belum tentu sama tinggi atau rendah. Namun bagi seorang presiden, pejabat dan aparatur negara keseimbangan ketiga kecerdasan itu sangatlah penting. Bahkan untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi yang seperti gunung es seperti sekarang, memang sangat diutamakan orang-orang yang memiliki kecerdasan spritual tinggi. Semoga Anda tidak salah pilih!